Oleh
Ustadz Sufyan bin Fuad Baswedan, MA
Salah satu kebanggaan kita sebagai kaum Muslimin ialah syariat Islam itu
sendiri. Kita bangga karena memiliki syariat paling lengkap di dunia.
Syariat yang mengatur segalanya, dari perkara yang paling besar hingga
yang paling sepele. Semua yang menyangkut kemaslahatan manusia di dunia
dan akhirat tak lepas dari tinjauan syariat. Laki-laki, perempuan, tua,
muda, besar, kecil, penguasa, rakyat jelata; semuanya diatur secara adil
dan bij aksana. Bahkan kaum banci pun tak lepas dari pembahasan.
Benar, kaum banci yang sering menjadi ledekan dan bahan tertawaan,
ternyata tidak diabaikan oleh syariat begitu saja, sebab ia juga manusia
mukallaf sebagaimana lelaki dan wanita normal. Karenanya, dalam fiqih
Islam, kita mengenal istilah mukhannats (banci/bencong), mutarajjilah
(wanita yang kelelakian), dan khuntsa (interseks/berkelamin ganda).
Masing-masing dari istilah ini memiliki definisi dan konsekuensi
berbeda. Akan tetapi, dua istilah yang pertama biasanya berkonotasi
negatif, baik di mata masyarakat maupun syariat. Sedangkan yang ketiga
belum tentu demikian.
Untuk lebih jelasnya, perlu diperhatikan definisi para ulama tentang
banci dan waria, berangkat dari hadits shahîh yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhâri berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ المُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ
النِّسَاءِ، وَقَالَ: «أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ قَالَ: فَأَخْرَجَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فُلاَنًا، وَأَخْرَجَ عُمَرُ
فُلاَنًا
َDari Ibnu Abbas, katanya, "Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam melaknat
para lelaki mukhannats dan para wanita mutarajjilah. Kata beliau,
‘Keluarkan mereka dari rumah kalian’, maka Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa
sallam mengusir Si Fulan, sedangkan Umar mengusir Si Fulan”[1]
Dalam riwayat lain disebutkan:
،لَعَنَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ المُتَشَبِّهِينَ
مِنَ الرِّجَالِ بالنِّسَاءِ والمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ
بالرِّجَالِ
Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa sallam melaknat para lelaki yang
menyerupai wanita, dan para wanita yang menyerupai laki-laki [2]
Riwayat yang kedua ini menafsirkan tentang yang dimaksud dengan
mukhannats dan mutarajjilah dalam hadits yang pertama. Sehingga menjadi
jelas bahwa yang dimaksud mukhannats adalah laki-laki yang menyerupai
perempuan, baik dari cara berjalan, cara berpakaian, gaya bicara, maupun
sifat-sifat feminin lainnya. Sedangkan mutarajjilah adalah wanita yang
menyerupai laki-laki dalam hal-hal tersebut.[3]
Secara bahasa, kata mukhannats berasal dari kata dasar
khanitsa-yakhnatsu. Artinya, berlaku lembut. Dari istilah umum tersebut,
maka istilah banci, bencong, waria cocok untuk mengartikan mukhannats.
Sedangkan untuk istilah, mutarajjilah, mungkin terjemahan yang paling
mendekati adalah “wanita tomboy”.
Dalam Syarahnya, al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullâh mengatakan, bahwa
laknat dan celaan Rasûlullâh Shallallâhu ‘alaihi wa sallam tadi khusus
ditujukan kepada orang yang sengaja meniru lawan jenisnya. Adapun bila
hal tersebut bersifat pembawaan (karakter asli), maka ia cukup
diperintah agar berusaha meninggalkannya semaksimal mungkin secara
bertahap. Bila ia tidak mau berusaha meninggalkannya, dan membiarkan
dirinya seperti itu, barulah ia berdosa, lebih-lebih bila ia menunjukkan
sikap ridha dengan perangainya tadi.
Adapun sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa mukhannats alami tidak
dianggap tercela ataupun berdosa. Maksudnya ialah seseorang yang tidak
bisa meninggalkan cara berbicara yang lembut dan gerakan gemulai setelah
ia berusaha meninggalkannya. Sedangkan bila ia masih dapat
meninggalkannya walaupun secara bertahap, maka ia dianggap berdosa bila
melakukannya tanpa udzur.[4]
Dari keterangan tadi, dapat disimpulkan bahwa banci terbagi menjadi dua.