Daftar Isi

Minggu, 13 November 2011

Benarkah Pembagian Bid'ah Menjadi 5?

Syubhat 4: Pembagian bid’ah menjadi lima
Sebagian ulama berpendapat bahwa bid’ah terbagi menjadi lima sebagai berikut:
  1. Bid’ah Wajibah: yaitu setiap bid’ah yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan dalil-dalil diwajibkannya sesuatu dalam syariat. Contohnya pembukuan Al Qur’an dan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika dikhawatirkan keduanya akan tersia-siakan. Berhubung menyampaikan risalah Islam kepada generasi berikutnya adalah suatu kewajiban menurut ijma’, dan mengabaikan hal ini hukumnya haram menurut ijma’, karenanya hal-hal seperti ini mestinya tidak perlu diperselisihkan lagi bahwa hukumnya wajib.
  2. Bid’ah Muharramah: yaitu setiap bid’ah yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan dalil-dalil diharamkannya sesuatu dalam syariat. Contohnya berbagai bentuk pajak dan upeti, demikian pula setiap bentuk kezhaliman yang bertentangan dengan norma-norma agama, seperti penyerahan jabatan secara turun temurun kepada orang yang bukan ahlinya (nepotisme).
  3. Bid’ah Mandubah: yaitu setiap bid’ah yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan dalil-dalil dianjurkannya sesuatu dalam syari’at. Contohnya shalat tarawih berjama’ah.
  4. Bid’ah Makruhah: yaitu setiap bid’ah yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan dalil-dalil dimakruhkannya sesuatu dalam syari’at. Contohnya mengkhususkan beberapa hari yang dimuliakan dengan jenis ibadah tertentu, seperti larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berpuasa hari Jum’at secara khusus, atau qiyamullail pada malamnya; demikian pula menambah bilangan tertentu dalam wirid dengan sengaja, seperti menjadikan tasbih, tahmid dan takbir selepas shalat menjadi masing-masing 100 kali, dan semisalnya.
  5. Bid’ah Mubahah: yaitu setiap bid’ah yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan dalil-dalil dibolehkannya sesuatu dalam syari’at. Seperti menggunakan ayakan (penapis) gandum sebagai usaha memperbaiki taraf hidup, sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah atsar bahwa hal pertama yang diada-adakan setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat adalah menggunakan ayakan gandum. Hal ini dibolehkan karena ia merupakan sarana untuk memperbaiki taraf hidup yang hukumnya boleh.[1])
Kaidah-kaidah penting dalam hal ini
Sebelum masuk ke pokok permasalahan, ada beberapa kaidah yang harus kita camkan terlebih dahulu dalam menyikapi pendapat para ulama agar kita tidak terjerumus ke dalam taklid buta, yaitu sebagai berikut:
  1. Berdasarkan ijma’ para ulama, tidak ada seorang pun setelah para sahabat yang pendapatnya menjadi hujjah dalam masalah agama[2]). Adapun para sahabat, maka pendapat mereka masih diperselisihkan apakah cukup kuat untuk dijadikan hujjah ataukah tidak. Sedangkan pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini ialah bahwa pendapat sahabat adalah hujjah dengan syarat-syarat dan kondisi tertentu.[3])
  2. Setiap ulama bisa benar dan bisa salah dalam berpendapat, dan yang menjadi patokan dalam masalah ini adalah dalil syar’i. Mereka hanyalah berijtihad yang bila benar mendapat dua pahala, namun bila salah mendapat satu pahala sedangkan kesalahannya diampuni. Akan tetapi kesalahan mereka tetap tidak boleh diikuti setelah kita mengetahuinya.
  3. Berdasarkan ijma’ para ulama, siapapun yang telah jelas baginya ajaran/hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkan hadits tersebut karena mengikuti pendapat orang lain, siapapun orangnya[4]).
Berangkat dari kaidah-kaidah ini, marilah kita nilai sejauh mana kebenaran pembagian bid’ah menjadi lima tadi.
Pertama: ... Baca Selengkapnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila ingin membesarkan teks silakan pencet dan tahan tombol "CTRL" kemudian pencet tombol "+" di keyboard.

Biasakan menyertakan link sumber dalam mengutip, atau kami akan berlakukan DMCA.

Baca juga yang ini:

Baca juga yang ini:

Recent Posts Widget

Komentar Terakhir