Daftar Isi

Minggu, 20 November 2011

Jamur Mimpi

Oleh Nurul Al Akhfiya

Dari segala jenis phobia yang ada, yang paling mengancam adalah takut bermimpi. Karena phobia mimpi menjangkiti setiap neuron harapan. Sedang harapan, adalah alasan seseorang untuk tetap hidup. Bahkan jika hak kemerdekaan seseorang dirampas dari tangan, tak ada satupun mampu memonopoli mimpi. Tapi mengapa masih banyak orang takut bermimpi? Karena menjiwai mimpi butuh azzam bergunung-gunung. Mungkin itulah sebabnya, banyak orang masih takut bermimpi.

Jika Bermimpi menstimulasi raga untuk berbuat, maka mimpi selalu menunggu, menantikan sang kreator menjemputnya ke dunia nyata. Mimpi tak pernah lelah untuk bertahan, hanya secara perlahan terbunuh tanpa sadar. Sang kreator terbiasa membiarkan mimpinya digerogoti jamur mimpi. Jamur yang berkembang setiap saat karena menyerah pada keadaan. Begitu mudahnya membuat adonan mimpi lalu kemudian dijamuri hingga basi. Sehingga mimpi seyogyanya segera direalisasikan. Karena jika tidak, mimpi itu akan membusuk oleh jamur dan akhirnya hanya bongkahan angan-angan tanpa makna.

Lain halnya dengan manusia yang merawat dan menjaga mimpinya dari jamur ini. Wanita yang teguh serta tangguh mempertahankan mimpi ditengah kekejaman Suaminya yang menganggap seonggok jasadnya adalah Tuhan. Bahkan jasad itu yang dideklarasikan sebagai Tuhan, kelak akan dianggap sebagai hantu. Hantu keriput karena dibalsemi sampai tak ada yang luput.

Dialah wanita yang dijamin oleh Maha Penjamin, untuk menjadi ahli Surga-Nya. Wanita yang namanya terpampang lulus pada papan pengumuman ahli Surga bersama tiga wanita tangguh lainnya. Asiyah, nama yang sudah tak asing lagi yang sering ditemui oleh para pecinta hikmah. Seorang Istri yang bukan hanya taat pada Suaminya, namun taat pada Penciptanya. Wanita penggenggam bara api di Dunia dan mata air di Surga.
Mendengar seorang tukang sisir rambut putri Fir’aun dan kelima anak yatim asuhannya digoreng dalam kuali besar penuh minyak yang mendidih hingga matang, karena selalu mengamini iman pada Rabb sejatinya. Tidak lantas membuat bulu kuduk Asiyah merinding, takut akan kekejaman Suaminya. Hal ini bahkan menguatkan Asiyah untuk melaksanakan kurikulum mimpinya yang telah dia canangkan setelah berhembus kabar mengenai wanita tukang sisir tersebut.

Cinta hakiki yang menjadi program unggulan kurikulum mimpi Asiyah, semakin menjengkelkan suaminya. Berkali-kali lisan Asiyah berusaha dibengkokkan oleh pedang, tak sedikitpun lidahnya mangkir untuk berucap Fir’aun sang Tuhan semesta. Kekesalan Fir’aun berada pada titik didih karena Asiyah tidak mau mengimani dirinya sebagai Tuhan. Bahkan pembangkangan Asiyah terhadap dirinya semakin ke ubun-ubun saat Asiyah berkata Tuhan Asiyah adalah Tuhannya pula.

Merasa digertak oleh makhluk yang dia anggap lemah ini, membuat Fir’aun tidak tinggal diam lalu ikut mengamini apa yang terucap dari lisan Asiyah. Beberapa budak yang jiwa, raga bahkan mimpinya dapat dibeli, diperintahkan untuk membawa Asiyah. Asiyah pun diikat kaki dan tangannya di tiang pengakuan. Mereka segera memukuli Asiyah yang dulu mereka anggap sebagai majikannya, karena masih menyandang status Permaisuri Fir’aun. Tak ada gurat sesal terpatri di wajah budak Fir’aun, yang mereka tahu hanya daging dan buah-buahan yang enak memenuhi kantong lambungnya setelah melaksanakan titah Sang Diktator.
Meski dipukuli hingga setengah tak sadarkan diri, Asiyah yakin yang terampas darinya hanyalah hak kemerdekaan jasadnya yang kelak akan terkubur di bawah tanah atau membusuk bersama makhluk lainnya. Tapi, mimpinya tak pernah dibiarkan membusuk seperti jasadnya. Dia tidak akan pernah membiarkan mimpinya digerogoti jamur mimpi. Jamur yang senantiasa tumbuh subur pada keadaan kondusif seperti yang Asiyah alami.

Asiyah membasmi jamur mimpi semampu yang dia bisa. Hingga saat wajah dan tubuhnya diwarnai biru ungu oleh krayon pukulan budak-budak Fir’aun, mimpinya segera dia utarakan pada Dzat yang tiada akhir. “Ya Alloh, bangunkanlah untukku rumah di Surga”. Saat itu pula langit membukakan tabirnya dan mempertontonkan rumah di Surga untuk Asiyah.

Alloh telah mempersiapkan rumah itu untuk Asiyah dari semen ketaatan, pondasi keimanan, beton-beton ketakwaan dan cat yang dihiasi dari keistiqomahan yang Asiyah kumpulkan dari perjuangannya di Dunia. Pada saat itu pula Asiyah segera berlari menuju rumahnya di Surga, jasadnya yang terbujur kaku di tiang pengakuan, dia tinggalkan tanpa menoleh sedikitpun.

Wanita teladan sepanjang zaman ini telah menggapai mimpinya. Hingga akhirnya keimanannya berbuah manis yakni rumah di Surga. Mimpi mana yang lebih indah dari Asiyah selain mendapatkan rumah di Surga? Hal ini karena Asiyah menjaga ladang mimpinya dari jamur-jamur mimpi. Dia senantiasa merawat, menyiram dan memberi pupuk keimanan pada ladang mimpi yang dia tanam.

Rabbnya telah mencabut jamur mimpi hingga ke akar yang siap menggerogoti mimpi Asiyah memiliki rumah di Surga. Karena jamur mimpi itu adalah keputusasaan. Keputusasaan yang sering tumbuh dan berkembang pada saat-saat ujian datang menggoyahkan mimpi, menyerap saripati mimpi, yang mengandung keyakinan dan kesyukuran.

Wallahu A’lam...

Sumber: Temukan bacaan menarik lainya di Eramuslim.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila ingin membesarkan teks silakan pencet dan tahan tombol "CTRL" kemudian pencet tombol "+" di keyboard.

Biasakan menyertakan link sumber dalam mengutip, atau kami akan berlakukan DMCA.

Baca juga yang ini:

Baca juga yang ini:

Recent Posts Widget

Komentar Terakhir